Sabtu
7 Juli 2012 sepertinya menjadi sabtu yang tidak biasa untuk saya. Pagi-pagi
saya sudah menyusuri jalan kampus. Bukan untuk pergi kuliah tentunya, karena
hari Sabtu tidak ada jadwal kuliah di kampus saya. Perjalanan dari kosan ke
gedung yang dituju terasa begitu cepat berlalu. Perjalanan pagi yang dingin,
tapi begitu menyengat semangat saya. Ya, menyengat semangat saya karena hari
itu saya sudah niatkan untuk mencari ilmu mengenai jurnalistik lebih khususnya
tentang menulis.
Diklat
Jurnalistik, mungkit diklat ini terdengar biasa karena sudah sering dilakukan.
Entah kenapa, semangat saya terus meninggi untuk mengikuti acara itu. Saya
merasa yakin bahwa di acara tersebut saya akan menemukan sesuatu yang saya
cari. Tepat pukul 08.30 saya sampai di gedung yang dituju. Tidak seperti
biasanya, kursi terdepan saya duduki.
Dalam
acara Diklat Jurnalistik tersebut perserta dibagi dalam 3 kelas, kelas redaksi,
kelas reporter, dan kelas artistik. Bagi yang sudah cukup mengenal saya, pasti
sudah dapat menebak saya mengambil kelas apa. Tepat sekali, saya memilih kelas
redaksi. Memilih kelas redaksi bukan berarti karena saya sudah paham mengenai
apa itu redaksi. Alasannya adalah karena saya merasa tidak cocok di kelas
reporter dan kelas artistik. Saya bukan orang yang pandai dalam mewawancarai
seseorang dan juga kemampuan saya dalam mendesain masih sangat dasar.
Materi
pertama mengenai jurnalisme pun dimulai. Isi materi begitu menarik untuk saya.
Saya merasa sedang diajak untuk mejelajahi jalan yang tidak asing. Saya bukan
pengamat politik, tapi saya senang membaca atau menonton berita terkini baik
itu dari dunia politik, sains, teknologi, sosial dan sebagainya. Ketika saya
menonton atau membaca berita di rumah, ayah saya sering menjadi teman
berdiskusi sekaligus berdebat mengenai isi berita atau mengenai pemberitaan
yang dirasa tidak sesuai kenyataan.
Materi
yang saya tunggu-tunggu akhirnya tiba. Materi tentang redaksi. Saya belum
begitu paham tentang redaksi. Yang menjadi alasan kedua mengapa saya memilih
kelas redaksi adalah karena saya suka menulis. Ternyata memang dalam materi
redaksi dibahas mengenai menulis. Tidak hanya materi tentunya, tapi ada juga
latihan-latihan menulis. Dalam materi ini, saya merasakan sensasi yang membuat
saya asyik mengikutinya.
Saya
merasa ditunjukkan jalan untuk menemukan sesuatu yang saya inginkan. Ya, dalam
acara tersebut saya merasa menemukan kembali mimpi yang sempat terlupa. Mimpi
seorang saya yang masih bocah yang dengan lantang dan yakinnya ingin menjadi
penulis. Teringat masa SD, ketika ada lomba mata pelajaran saya dengan tegas
memilih lomba sinopsis bahasa Indonesia walau diajak ikut mata pelajaran
matematika. Saat itu saya merasa ada sesuatu yang mengasyikkan ketika saya
belajar untuk lomba sinopsis. Membaca suatu cerita atau bacaan, kemudian
membuat sinopsisnya dalam tulisan dan diakhiri dengan menceritakan langsung
sinopsisnya adalah kegiatan menyenangkan untuk saya.
Sepertinya
kebiasaan mamah membacakan cerita ketika saya kecil mempengaruhi kesukaan saya
dalam membaca dan menceritakannya lagi baik itu lewat tulisan maupun cerita
langsung. Jika dilihat dari kriteria penulisan yang baik, tentu masih banyak
sekali kekurangan dari tulisan-tulisan saya. Akan tetapi, saya sangat menikmati
ketika saya menuangkan ide, cerita atau pendapat lewat tulisan.
Mimpi
menjadi seorang penulis adalah mimpi yang sempat terlupa. Ya, terlupa karena
saya sudah lama mendiamkannya tanpa mengasah dan menyalurkannya. Terkadang
banyak ide untuk menulis, tapi tak sempat menuliskannya hingga terlupakan.
Setelah saya temukan kembali mimpi itu, saya akan berusaha untuk mewujudkannya.
Walaupun jurusan yang sedang saya jalani sekarang adalah matematika, tapi itu tidak
menutup kemungkinan untuk terus mengasah dan menyalurkan hobi saya dalam
menulis. Adalah suatu hal yang bisa diwujudkan untuk menjadi seorang guru
matematika dan penulis.
^_^
Chy_100712
11.00 pm