Tidak
terasa hampir sembilan bulan saya mengajar di sini. Minggu depan (4 April 2016)
siswa kelas XII akan melaksanakan Ujian Nasional. Ya, ujian yang akan mengukur
dan mengevaluasi hasil belajar siswa selama tiga tahun. Ujian Nasional yang
sistemnya masih banyak diperdebatkan dan dipertanyakan pada akhirnya selalu
dilaksanakan setiap tahunnya. Dari dulu, bahkan mungkin dari pertama kali Ujian
Nasional itu diselenggarakan ada satu hal yang menjadi ujian sebenarnya, yaitu
ujian kejujuran. Jangan sampai hasil belajar selama tiga tahun itu diakhiri
dengan ketidakjujuran.
Kembali
ke masa selama sembilan bulan saya berada di sekolah ini. Tentu banyak warna dalam
sembilan bulan ini. Saya yang mulanya asing dengan kehidupan boarding school, kini mulai terbiasa
dengan segala rutinitasnya yang khas. Saya yang mulanya tak terbiasa mengajar
di kelas homogen (dipisah putra – putri), kini mulai nyaman dengan kondisi
tersebut (termasuk mengajar di kelas yang hanya dihuni laki-laki).
Banyak
hal baru yang saya pelajari di sini. Saya yang minim pengalaman ini banyak
belajar dari rekan sesama guru, teman satu asrama, seluruh civitas sekolah yang
terlibat bahkan saya pun banyak belajar dari siswa. Menurut saya, bukan hal
yang mudah untuk dapat membiasakan diri tinggal di boarding school di usia remaja seperti mereka. Jauh dari keluarga,
peraturan yang ketat, jadwal belajar dan kegiatan kepesantrenan yang padat
adalah beberapa hal yang tentunya perlu perjuangan dalam menjalaninya. Semua
itu dilakukan untuk menempa mereka agar mereka kelak menjadi pribadi yang lebih
baik.
Sembilan
bulan ini tentu saja tak selalu berjalan mulus. Terkadang rasa kesal /bad mood menemani. Marah/ kecewa juga
pernah hadir. Akan tetapi semua itu tertutup oleh rasa bahagia yang saya
rasakan ketika menyaksikan siswa yang rajin berusaha, jujur ketika ulangan, kemampuannya
dalam matematika mmengalami kemajuan dan masih banyak hal lainnya. Ada kepuasan
batin tersendiri ketika siswa mau berusaha sebaik-baiknya dan pada akhirnya dia
menjadi bisa. Sekecil apa pun kemajuan itu, itu menjadi sangat berarti ketika
memperolehnya dengan usaha yang benar.
Rasanya
saya masih jauh dari kata pantas untuk disebut sebagai seorang guru. Semakin
saya menjalaninya, maka saya pun semakin sadar bahwa amanah dari seorang guru
itu cukup berat. Siswa tipe A, B, C, …, siswa yang beragam karakternya itu semuanya harus guru didik agar mereka menjadi
pribadi yang lebih baik. Sabar sepertinya menjadi salahsatu teman terbaik dari
seorang guru. Ketika seorang siswa berbuat salah, maka ingatkan mereka dengan
didasari rasa kasihsayang. Tegas tak selalu identik dengan marah.
Karena
saya lebih banyak mengajar di kelas XII, maka pekan ini adalah pekan terakhir
belajar bersama mereka. Saya awalnya asing sekali dengan mereka (bahkan untuk
menghapal nama mereka saja saya mengalami kesulitan). Setelah beberapa bulan, akhirnya
saya mulai hapal nama dan mengenal karakter mereka. Tipe humoris yang pencair
suasana, tipe serius yang selalu fokus , tipe santai yang kalau lagi belajar saking
santainya dia tidur di kelas, tipe kalem yang tak banyak bicara tapi langsung action, tipe banyak bicara yang rajin
bertanya (apapun itu ditanyakan) dan masih banyak lagi.
Tidak
lama lagi mereka akan melepas seragam putih abu nya untuk melanjutkan jalan
menuju cita-cita dan mimpi mereka. Mereka akan menjalani fase kehidupan
berikutnya yaitu hidup di lingkungan baru dengan tak lagi menyandang gelar
sebagai siswa. Lingkungan dimana mereka tak lagi berada di sekolah, tapi mereka
telah dilepas untuk berada di tengah masyarakat. Semoga mereka dapat mewujudkan
cita-cita dan mimpinya serta semoga mereka selalu berada di jalanNya sesulit
apapun itu, sebesar apapun rintangannya nanti di mana pun mereka berada.
10
pm
29032016