Kamis, 31 Maret 2016

Catatan Guru 2

Tidak terasa hampir sembilan bulan saya mengajar di sini. Minggu depan (4 April 2016) siswa kelas XII akan melaksanakan Ujian Nasional. Ya, ujian yang akan mengukur dan mengevaluasi hasil belajar siswa selama tiga tahun. Ujian Nasional yang sistemnya masih banyak diperdebatkan dan dipertanyakan pada akhirnya selalu dilaksanakan setiap tahunnya. Dari dulu, bahkan mungkin dari pertama kali Ujian Nasional itu diselenggarakan ada satu hal yang menjadi ujian sebenarnya, yaitu ujian kejujuran. Jangan sampai hasil belajar selama tiga tahun itu diakhiri dengan ketidakjujuran.

Kembali ke masa selama sembilan bulan saya berada di sekolah ini. Tentu banyak warna dalam sembilan bulan ini. Saya yang mulanya asing dengan kehidupan boarding school, kini mulai terbiasa dengan segala rutinitasnya yang khas. Saya yang mulanya tak terbiasa mengajar di kelas homogen (dipisah putra – putri), kini mulai nyaman dengan kondisi tersebut (termasuk mengajar di kelas yang hanya dihuni laki-laki). 

Banyak hal baru yang saya pelajari di sini. Saya yang minim pengalaman ini banyak belajar dari rekan sesama guru, teman satu asrama, seluruh civitas sekolah yang terlibat bahkan saya pun banyak belajar dari siswa. Menurut saya, bukan hal yang mudah untuk dapat membiasakan diri tinggal di boarding school di usia remaja seperti mereka. Jauh dari keluarga, peraturan yang ketat, jadwal belajar dan kegiatan kepesantrenan yang padat adalah beberapa hal yang tentunya perlu perjuangan dalam menjalaninya. Semua itu dilakukan untuk menempa mereka agar mereka kelak menjadi pribadi yang lebih baik.  
  
Sembilan bulan ini tentu saja tak selalu berjalan mulus. Terkadang rasa kesal /bad mood menemani. Marah/ kecewa juga pernah hadir. Akan tetapi semua itu tertutup oleh rasa bahagia yang saya rasakan ketika menyaksikan siswa yang rajin berusaha, jujur ketika ulangan, kemampuannya dalam matematika mmengalami kemajuan dan masih banyak hal lainnya. Ada kepuasan batin tersendiri ketika siswa mau berusaha sebaik-baiknya dan pada akhirnya dia menjadi bisa. Sekecil apa pun kemajuan itu, itu menjadi sangat berarti ketika memperolehnya dengan usaha yang benar. 

Rasanya saya masih jauh dari kata pantas untuk disebut sebagai seorang guru. Semakin saya menjalaninya, maka saya pun semakin sadar bahwa amanah dari seorang guru itu cukup berat. Siswa tipe A, B, C, …, siswa yang beragam karakternya itu  semuanya harus guru didik agar mereka menjadi pribadi yang lebih baik. Sabar sepertinya menjadi salahsatu teman terbaik dari seorang guru. Ketika seorang siswa berbuat salah, maka ingatkan mereka dengan didasari rasa kasihsayang. Tegas tak selalu identik dengan marah.  

Karena saya lebih banyak mengajar di kelas XII, maka pekan ini adalah pekan terakhir belajar bersama mereka. Saya awalnya asing sekali dengan mereka (bahkan untuk menghapal nama mereka saja saya mengalami kesulitan). Setelah beberapa bulan, akhirnya saya mulai hapal nama dan mengenal karakter mereka. Tipe humoris yang pencair suasana, tipe serius yang selalu fokus , tipe santai yang kalau lagi belajar saking santainya dia tidur di kelas, tipe kalem yang tak banyak bicara tapi langsung action, tipe banyak bicara yang rajin bertanya (apapun itu ditanyakan) dan masih banyak lagi.   

Tidak lama lagi mereka akan melepas seragam putih abu nya untuk melanjutkan jalan menuju cita-cita dan mimpi mereka. Mereka akan menjalani fase kehidupan berikutnya yaitu hidup di lingkungan baru dengan tak lagi menyandang gelar sebagai siswa. Lingkungan dimana mereka tak lagi berada di sekolah, tapi mereka telah dilepas untuk berada di tengah masyarakat. Semoga mereka dapat mewujudkan cita-cita dan mimpinya serta semoga mereka selalu berada di jalanNya sesulit apapun itu, sebesar apapun rintangannya nanti di mana pun mereka berada.
10 pm
29032016