Rabu, 07 November 2012

Oase Itu Masih Ada






Kembali ingin menumpahkan apa yang ada dalam benak setelah sekian lama tangan ini tak menari diatas keyboard. Ada beberapa kisah yang menginspirasi saya untuk membagi kisahnya dengan yang lain. Ya, sebut saja beliau bapak Sobar (nama samaran). Beliau adalah seorang guru sekolah dasar. Sosok bersahaja yang memukau bagiku. Memukau karena kejujurannya, memukau karena keikhlasannnya dan begitu memukau karena kesederhanaannya.
Setiap tetangga di sekitar rumahnya mengakui hal itu. Wajar rasanya jika mereka merasakan hal yang sama bahkan lebih dari yang saya rasakan. Kegiatan sehari-hari beliau sangat padat, mulai dari mengajar di sekolah, mengajar di madrasah, sampai mengurus kegiatan-kegiatan di mesjid dekat rumahnya (beliau juga termasuk pengurus mesjid). Mengurus segala kegiatan untuk memfasilitasi masyarakat dalam mencari ilmu, beliau lakukan dengan penuh keikhlasan. Mulai dari pengajian rutin masyarakat, remaja, hingga anak-anak. Kegiatan yang sudah terjadwalpun terkadang harus rela untuk diganggu oleh tetangga atau masyarakat yang meminta bantuan beliau. Ya, beliau memang paling sering dimintai pertolongan dan pendapat mengenai suatu masalah oleh para tetangga (masyarakat) karena sifat beliau yang bijaksana dan ringan tangan  dalam membantu.
Dibangunkan tengah malam untuk diminta mengantar tetangga ke rumah sakit sudah sering beliau alami. Tanpa mengeluh, beliau dengan sigap datang untuk membantu. Bagi beliau memudahkan/ membantu urusan orang lain adalah suatu kewajiban, apalagi kita adalah saudara, saudara seiman. Jawaban yang sederhana tapi di jaman sekarang ini sulit menemukannya. Beliau seharusnya ikut mendaftar sebagai calon kepala sekolah dari beberapa bulan yang lalu. Tapi beliau urung melakukannya. Ketika mendengar alasannya, saya tertegun, merenung. Untuk menjadi kepala sekolah di daerahnya, banyak yang melalui jalur belakang. Seseorang yang ingin lolos menjadi kepala sekolah harus memberikan uang terlebih dahulu. Uang yang harus diberikan itu bukanlah uang yang sedikit untuk beliau. “Saya bukan orang yang banyak uang. Kalaupun saya punya uang, saya tidak akan menggunakannya untuk itu. Sayang, uang sebesar itu hanya untuk membeli suatu jabatan. Padahal masih banyak hal lain yang bisa dilakukan agar uang itu bermanfaat dan berkah. Saya ingin mendapat rejeki yang halal dan berkah.”
Apa tanggapanmu? Mungkin beberapa orang mengatakan bapak Sobar ini bodoh. Jaman sekarang mana ada yang tidak pake uang, mau jadi apapun pake uang. Siapa yang punya uang, dia yang bisa berkuasa. Seperti dalam drama yang saya tonton, ada seorang tokoh antagonis yang mengatakan: “… dengan uang saya bisa membeli segalanya termasuk menjadi raja di dunia ini.” Benarkah seperti itu? Saya yakin, masih banyak orang yang mata hatinya masih terbuka, yang dapat melihat dengan nurani yang murni. Bapak Sobar bukanlah orang bodoh, beliau orang cerdas yang tau apa sebenarnya hakikat kehidupan itu. Beliau orang cerdas yang tau untuk apa sebenarnya beliau hidup. Masih dalam drama yang saya tonton, seseorang mengatakan: “… dapatkah uang membeli segalanya? Tentu saja tidak, uang tidak dapat membeli ketulusan dan intelejensi (kecerdasan).”
 Jika orang yang jujur itu disebut orang bodoh, apa jadinya dunia ini. Dalam diri orang-orang yang jujur terpancar harapan untuk masa depan yang lebih baik. Jika orang yang baik itu disebut orang munafik, apa jadinya dunia ini. Jadi teringat status FB teman saya, “… jika orang yang tidak munafik itu diartikan orang yang berbuat sesuai kehendaknya…#jadi?”. Itu kutipan status FB teman saya (kurang lebih seperti itu, tidak ditulis semua). Mungkin teman saya sedang merenungkan hal yang sama, terkadang hitam terlihat begitu putih jika mata hati ini telah tertutup, gelap. Saya tidak mengatakan kalau kita tidak boleh kaya atau punya jabatan, tapi jangan sampai kita diperbudak oleh harta dan jabatan. Kita harus berperan / berpartisipasi dalam memperbaiki kehidupan untuk masa depan yang lebih baik. seperti dalam buku yang saya baca, ‘kita harus menggenggam dunia, bukan digenggam oleh dunia’. Yang dititipi Allah dengan harta yang melimpah, gunakanlah harta itu di jalan keridhoanNya dan tetaplah hidup dengan sederhana (tidak berlebih-lebihan). Yang dititipi Allah dengan jabatan, gunakan dan jalankanlah jabatan itu dengan sebaiknya untuk kebaikan. Dan bagi yang belum dititipi Allah dengan harta melimpah dan jabatan yang tinggi, maka gunakan segala potensi yang ada pada diri untuk dapat ikut berperan.  Besar kecilnya peran kita dalam memperbaiki kehidupan ini bukan dinilai dari banyaknya harta atau tingginya jabatan yang kita miliki. Profesi yang dianggap kurang penting oleh sebagian orang  dapat menjadi begitu berarti jika kita melakukannya dengan profesional dan ikhlas.
Seperti sosok bapak Sobar yang jabatannya tidaklah tinggi, hartanya tidaklah banyak, tapi beliau begitu berarti bagi orang-orang disekitarnya dan kehidupan ini. Ditengah gersangnya ketidakjujuran, kehidupan hedonis dan materialis saat ini, beliau bagaikan oase yang memberikan harapan bagi kita untuk kehidupan yang lebih baik. Percayalah, oase itu masih ada.
#Hatur nuhun pada orang-orang yang telah menginspirasi saya dalam tulisan ini ^^

Chy_Pratiwi