Kembali ingin menumpahkan apa yang ada
dalam benak setelah sekian lama tangan ini tak menari diatas keyboard. Ada beberapa
kisah yang menginspirasi saya untuk membagi kisahnya dengan yang lain. Ya,
sebut saja beliau bapak Sobar (nama samaran). Beliau adalah seorang guru
sekolah dasar. Sosok bersahaja yang memukau bagiku. Memukau karena
kejujurannya, memukau karena keikhlasannnya dan begitu memukau karena
kesederhanaannya.
Setiap tetangga di sekitar rumahnya
mengakui hal itu. Wajar rasanya jika mereka merasakan hal yang sama bahkan
lebih dari yang saya rasakan. Kegiatan sehari-hari beliau sangat padat, mulai
dari mengajar di sekolah, mengajar di madrasah, sampai mengurus
kegiatan-kegiatan di mesjid dekat rumahnya (beliau juga termasuk pengurus
mesjid). Mengurus segala kegiatan untuk memfasilitasi masyarakat dalam mencari
ilmu, beliau lakukan dengan penuh keikhlasan. Mulai dari pengajian rutin
masyarakat, remaja, hingga anak-anak. Kegiatan yang sudah terjadwalpun
terkadang harus rela untuk diganggu oleh tetangga atau masyarakat yang meminta
bantuan beliau. Ya, beliau memang paling sering dimintai pertolongan dan
pendapat mengenai suatu masalah oleh para tetangga (masyarakat) karena sifat
beliau yang bijaksana dan ringan tangan
dalam membantu.
Dibangunkan tengah malam untuk diminta
mengantar tetangga ke rumah sakit sudah sering beliau alami. Tanpa mengeluh,
beliau dengan sigap datang untuk membantu. Bagi beliau memudahkan/ membantu
urusan orang lain adalah suatu kewajiban, apalagi kita adalah saudara, saudara
seiman. Jawaban yang sederhana tapi di jaman sekarang ini sulit menemukannya.
Beliau seharusnya ikut mendaftar sebagai calon kepala sekolah dari beberapa
bulan yang lalu. Tapi beliau urung melakukannya. Ketika mendengar alasannya, saya
tertegun, merenung. Untuk menjadi kepala sekolah di daerahnya, banyak yang
melalui jalur belakang. Seseorang yang ingin lolos menjadi kepala sekolah harus
memberikan uang terlebih dahulu. Uang yang harus diberikan itu bukanlah uang
yang sedikit untuk beliau. “Saya bukan orang yang banyak uang. Kalaupun saya
punya uang, saya tidak akan menggunakannya untuk itu. Sayang, uang sebesar itu
hanya untuk membeli suatu jabatan. Padahal masih banyak hal lain yang bisa dilakukan
agar uang itu bermanfaat dan berkah. Saya ingin mendapat rejeki yang halal dan
berkah.”
Apa tanggapanmu? Mungkin beberapa orang
mengatakan bapak Sobar ini bodoh. Jaman sekarang mana ada yang tidak pake uang,
mau jadi apapun pake uang. Siapa yang punya uang, dia yang bisa berkuasa.
Seperti dalam drama yang saya tonton, ada seorang tokoh antagonis yang
mengatakan: “… dengan uang saya bisa membeli segalanya termasuk menjadi raja di
dunia ini.” Benarkah seperti itu? Saya yakin, masih banyak orang yang mata
hatinya masih terbuka, yang dapat melihat dengan nurani yang murni. Bapak Sobar
bukanlah orang bodoh, beliau orang cerdas yang tau apa sebenarnya hakikat
kehidupan itu. Beliau orang cerdas yang tau untuk apa sebenarnya beliau hidup.
Masih dalam drama yang saya tonton, seseorang mengatakan: “… dapatkah uang
membeli segalanya? Tentu saja tidak, uang tidak dapat membeli ketulusan dan
intelejensi (kecerdasan).”
Jika orang yang jujur itu disebut orang bodoh,
apa jadinya dunia ini. Dalam diri orang-orang yang jujur terpancar harapan
untuk masa depan yang lebih baik. Jika orang yang baik itu disebut orang
munafik, apa jadinya dunia ini. Jadi teringat status FB teman saya, “… jika
orang yang tidak munafik itu diartikan orang yang berbuat sesuai
kehendaknya…#jadi?”. Itu kutipan status FB teman saya (kurang lebih seperti
itu, tidak ditulis semua). Mungkin teman saya sedang merenungkan hal yang sama,
terkadang hitam terlihat begitu putih jika mata hati ini telah tertutup, gelap.
Saya tidak mengatakan kalau kita tidak boleh kaya atau punya jabatan, tapi
jangan sampai kita diperbudak oleh harta dan jabatan. Kita harus berperan /
berpartisipasi dalam memperbaiki kehidupan untuk masa depan yang lebih baik.
seperti dalam buku yang saya baca, ‘kita harus menggenggam dunia, bukan
digenggam oleh dunia’. Yang dititipi Allah dengan harta yang melimpah,
gunakanlah harta itu di jalan keridhoanNya dan tetaplah hidup dengan sederhana
(tidak berlebih-lebihan). Yang dititipi Allah dengan jabatan, gunakan dan
jalankanlah jabatan itu dengan sebaiknya untuk kebaikan. Dan bagi yang belum
dititipi Allah dengan harta melimpah dan jabatan yang tinggi, maka gunakan
segala potensi yang ada pada diri untuk dapat ikut berperan. Besar kecilnya peran kita dalam memperbaiki
kehidupan ini bukan dinilai dari banyaknya harta atau tingginya jabatan yang
kita miliki. Profesi yang dianggap kurang penting oleh sebagian orang dapat menjadi begitu berarti jika kita
melakukannya dengan profesional dan ikhlas.
Seperti sosok bapak Sobar yang
jabatannya tidaklah tinggi, hartanya tidaklah banyak, tapi beliau begitu berarti
bagi orang-orang disekitarnya dan kehidupan ini. Ditengah gersangnya
ketidakjujuran, kehidupan hedonis dan materialis saat ini, beliau bagaikan oase
yang memberikan harapan bagi kita untuk kehidupan yang lebih baik. Percayalah,
oase itu masih ada.
#Hatur nuhun pada orang-orang yang
telah menginspirasi saya dalam tulisan ini ^^
Chy_Pratiwi