Ada sesuatu yang berbeda
pada sholat isya berjamaah malam ahad kemarin. Selain karena berjamaah bersama
keluarga setelah sekian lama tak pulang, ada satu do’a yang kami selipkan
setelahnya. Do’a untuk timnas u 19 yang akan bertanding melawan Korea Selatan
di ajang kualifikasi pra piala Asia u 19. Salah satu pertandingan yang banyak
ditunggu-tunggu oleh masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, Indonesia
diharuskan berhadapan dengan juara bertahan 12 kali di ajang Piala Asia u 19
itu. Ini bukan pertandingan sepak bola pertama kalinya yang saya tonton. Tapi
pertandingan ini membuat saya excited karena
ada beberapa hal yang manarik dalam timnas u 19 ini. Permainan timnas u 19 yang
menurut para pengamat sepak bola membawa optimisme dunia persepakbolaan
Indonesia setelah menang di Piala AFF. Hal yang paling menarik untuk saya
adalah gaya selebrasi mereka ketika gol tercipta. Ya, bersujud syukur di
lapangan.
Ada satu hal yang membuat
saya bertahan menonton sepak bola, yaitu permainan yang menarik. Permainan
saling serang dengan tempo cepat. Itu sebabnya, tidak semua pertandingan sepak
bola bisa saya tonton hingga selesai. Jika permainannya begitu membosankan,
saya akan dengan segera meninggalkannya. *Hhe.. Ayahlah yang memperkenalkan
saya dalam menonton sepak bola. Meski bukan penggila bola, tapi ketika ada
pertandingan sepak bola yang menarik untuk ditonton dan masih di jam yang
bersahabat dengan mata, beliau pasti menontonnya. Jadi ingat ketika pertama
kali ayah menjelaskan peraturan-peraturan dalam pertandingan sepak bola. Dengan
sabar beliau menjawab setiap pertanyaan saya yang penasaran kenapa itu disebut
pelanggaran, kenapa jadi tendangan finalti dan lain-lain. Dari
jawaban-jawabannya itu lah saya bisa lebih mengerti peraturannya.
Kembali ke pertandingan
timnas u 19. Awalnya saya kurang begitu yakin timnas u 19 akan menang melawan
Korsel. Bukan karena tidak membela negara sendiri. Hanya saja jika dilihat dari
catatan gelar Korsel sebagai juara bertahan 12 kali, rasanya bermain dengan
skor imbang saja sudah luar biasa bagus untuk timnas u 19. Pertandingan pun
dimulai. Kami menyaksikannya ditemani snack
yang terus saya dan adik saya cemili. Kedua tim menyuguhkan permainan -yang
saya sebut- menarik. Hujan turun dengan deras di stadion utama GBK. Pertandingan
pun di tunda beberapa menit untuk mengurangi genangan air di lapangan.
Teriakan kami pun pecah
ketika gol dari timnas u 19 dilesatkan dengan begitu keras oleh sang kapten
Evan Dimas. Ya, inilah yang saya tunggu-tunggu. Menyaksikan sujud tanda syukur yang
menjadi selebrasi khas mereka. Tak lama berselang, korsel menyamakan skor atas
ganjaran tendangan finalti yang gagal di atasi penjaga gawang timnas u 19.
Terbesit dalam hati, biasanya setelah timlawan menyamakan skor mental timnas
akan menurun yang membuat permainannya tak lagi fokus. Tapi dugaan itu meleset.
Mereka tetap bermain dengan berani menyerang dan menciptakan beberapa peluang
yang membuat ayah memukul lantai. Setelah beberapa peluang emas yang tidak
tereksekusi dengan baik. Akhirnya sang kapten kembali membuat timnas u 19
unggul menang dengan skor 3-2.
Setelah menyaksikan
kemenangan timnas u 19, muncul pertanyaan dalam benak saya. Apa yang menjadikan
timnas u 19 ini bisa menang dan bermain dengan baik. Mereka mengekspresikan
rasa syukurnya dengan bersujud syukur di lapangan –sesuatu yang jarang
dilakukan-. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidaklah lupa akan Allah, Tuhan
semesta alam yang dengan ijinNya lah gol itu bisa tercipta. Suatu pesan yang
begitu mendalam. Mengingatkan kita akan kuasaNya yang sering terlupakan. Banyak
orang yang selalu fokus dengan usaha dirinya sendiri, sehingga merasa sombong
berhasil atas usahanya sendiri melupakan bahwa ada kuasaNya dalam keberhasilan
yang dicapai itu. Rasa syukur yang timnas u 19 tunjukkan itu yang membuat
kemenangan mereka terasa bermakna, bukan kemenangan hampa dengan selebrasi rasa
angkuh. Benarlah firman Allah yang menyebutkan bahwa akan Allah tambahkan
nikmat bagi hambanya yang bersyukur.
Dalam wawancara di
stasiun televisi, sang pelatih menyebutkan bahwa dalm timnya ada pelatih yang
khusus menangani mental para pemain. Beberapa hal yang diungkapkan sang pelatih
dalam sebuah wawancara: “… Saya ingin mereka juga bisa menjadi panutan
dimanapun mereka berada… Ya, mereka yang muslim kami adakan pengajian untuk
melatih mental mereka…”. Wajar rasanya jika mental pantang menyerah itu
terbangun dengan baik dalam skuad timnas u 19. Selain beberapa hal di atas, ada
satu fakta yang membuat saya mengangguk-anggukan kepala dan berbisik dalam
hati, wajar saja kalau kemenangan mereka rengkuh. Fakta itu adalah ketika dalam
suatu Koran online terungkap bahwa salah satu pemain timnas u 19 selalu
berwudhu sebelum bermain. Sosok pemuda yang selalu ingat akan Tuhannya. Itulah
yang kini mulai hilang dari generasi muda Indonesia. Bukan hanya di dunia sepak
bola. Jika pada generasi muda ditanamkan ajaran agama yang kuat, maka akan
terukir jutaan prestasi. Prestasi sarat akan makna. Bukan prestasi kerontang
dengan keangkuhan diri merasa paling hebat, seolah Allah tak ada.
Kemenangan yang terjadi
tanpa mengingatNya -baik itu dalam proses mencapainya atau ketika kita dapat
mencapainya- tidak akan bercerita banyak makna. Terasa kering, menghilang
begitu saja tanpa meninggalkan kebermanfaatan. Itulah sebabnya kenapa kita sebagai
muslim selalu diperintahkan untuk menyertai usaha (ikhtiar) kita dengan
berdo’a. Memohon kepada yang Maha berkuasa atas segalanya, karena dengan itulah
keberkahan akan didapat. Sesuatu yang membedakan kemenangan seorang muslim yang
takwa.
Semoga bermanfaat..
Bandung 18102013 20.00 PM