Hidup ini adalah pilihan.
Tentu saja itu semua bukan sekedar kata-kata. Pada kenyataannya bahwa dalam
menjalani kehidupan ini kita selalu dihadapkan pada berbagai pilihan. Putih
atau hitam, benar atau salah, tak ada abu-abu atau diantara yang benar dan
salah. Sebagai manusia, kita dibekali akal dan hati untuk dapat menentukan
pilihan yang benar. Selain itu, Allah yang menciptakan kita pun membekali kita
dengan buku pedoman, ilmu serta contoh teladan manusia yang telah menjalani
kehidupan ini dengan memilih jalan yang lurus. Berbekal itu semua, tinggallah
kita yang menentukan tujuan apa yang ingin kita capai dalam kehidupan ini dan
jalan mana yang kita pilih.
Salahsatunya adalah
pilihan jujur atau tidak jujur. Kita lah yang memilih. Setiap pilihan pasti
memiliki konsekuensinya masing-masing. Mulai dari hal kejujuran. Sesuai
fitrahnya, setiap manusia pasti menginginkan kejujuran dan menyukai kejujuran. Akan
tetapi itu nukan berarti bahwa setiap manusia memilih jalan jujur. Bahkan, dari
beberapa kejadian yang saya amati, justru yang terjadi adalah sebaliknya. Banyak
orang yang menyukai kejujuran, mengiyakan bahwa jujur itu benar tetapi sedikit
orang yang setia dengan kejujuran. Ada satu hal yang ingin saya tekankan
kembali, jujur itu bukan polos / (lugu) / mengatakan semuanya tanpa saringan
bahkan mengatakan apa yang tak penting atau yang tak seharusnya dikatakan.
Jika kita
memilih jujur, maka sekali lagi bersiaplah pula dengan konsekuensinya. Buah dari
kejujuran tak selalu langsung terasa manis. Pada awalnya mungkin terasa asam
atau bahkan pahit. Salah satu contoh riil saat ini adalah untuk naik jabatan di
sebuah instansi misalnya sudah jadi rahasia umum jika harus ada uang pelicin. Persyaratan
yang tertera dalam peraturan hanyalah sebagai hiasan indah yang tak lagi
diindahkan. Sederet persyaratan tersebut kadang menjadi tak berarti jika kita
penuhi tanpa adanya “si pelicin”. Dan sebaliknya, sederet persyaratan tersebut
dengan ajaib akan langsung terpenuhi jika “si pelicin” hadir. Kabar bahagianya
adalah dalam kondisi yang seperti itu tak sedikit pula yang masih setia dengan
kejujuran.
Contoh riil
berikutnya adalah ujian kejujuran bagi seorang siswa. Sebagai siswa, jika kita
memilih jujur dalan Ujian Nasional maka kenyataannya tak selalu “si jujur” itu
menjadi siswa peraih nilai terbaik. Ada kalanya “si jujur” harus menyaksikan
temannya yang mendapatkan contekan (menyontek) naik panggung memegang tropi
sebagai peraih nilai terbaik Ujian Nasional di sekolahnya. Awalnya mungkin
terasa pahit bagi “si jujur”. Tapi rasa manis yang dirasakan temannya yang menyontek
itu pun hanyalah sementara. Rasa manis itu akan berbalik menjadi pahit bak
pemanis buatan karena hati nurani tak pernah bisa dibohongi.
Anehnya lagi “si
jujur” sering pula disebut bodoh atau pun munafik. Padahal jelas sekali jauh
berbeda antara jujur dan bodoh atupun jujur dan munafik. Jika setiap yang benar
dan baik itu dikatakan munafik, lantas disebut apa orang yang merampas hak orang
lain, membunuh, memperkosa, korupsi dsb. Yang munafik itu bukanlah “si jujur” ataupun kebaikan. Munafik
itu justru adalah ketika suatu kebaikan dilakukan dengan kepura-puraan / ketidakjujuran
(kepalsuan). Misal berpura-pura peduli, berpura-pura jujur, dan kepura-puraan
serta kepalsuan lainnya. Itu lah mengapa dalam beramal / melakukan sesuatu salahsatu
hal yang harus selalu dijaga adalah niat yang ikhlas.
Hanya dari satu buah pilihan jujur atau tidak
jujur saja sudah banyak hal yang harus kita lewati sebagai ujian ketika memilih
jalan jujur. Belum lagi dengan pilihan-pilihan lainnya. Ketika kita memilih
kebenaran (jalan lurus) maka tak berarti jalan itu akan mulus tanpa rintangan. Ada
kalanya, harus tertusuk duri, tertatih-tatih, atau bahkan sampai jatuh. Manusia
yang menjadi suri tauladan bagi kita bahkan kehidupannya penuh dengan ujian
yang lebih berat dari apa yang kita alami saat ini. Akan tetapi ujian itu
Beliau nikmati hingga yang Beliau rasakan dari setiap ujian tersebut justru
adalah rasa manis. Itu semua karena beliau tahu apa yang menjadi tujuan dalam
kehidupan ini dan tahu jalan mana yang harus ditempuh untuk sampai pada tujuan
tersebut
“Tulisan
ini juga sebagai bahan refleksi dan pengingat bagi diri saya sendiri”
Bogor,
30012016 10.45 pm